Ta’rif di Ponpes Al-Muhajirin Pusat Purwakarta: Gema Takbir dan Sholawat yang Menggetarkan Hati

Bagikan artikel ini:
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin, KH. Rd. Marpu Muhyiddin Ilyas, MA, memimpin rangkaian dzikir dan doa dalam Ta’rif (Dzikir dan Doa Wukuf Arafah) yang diikuti ribuan santri, Kamis sore 5 Juni 2025, menjelang Hari Raya Idul Adha pada keesokan harinya.

PURWAKARTA- Pondok Pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat, Purwakarta, kembali menghadirkan momentum spiritual yang mendalam dan menggugah jiwa melalui acara Ta’rif (Dzikir dan Doa Wukuf Arafah), Kamis 5 Juni 2025 .

Ribuan santri berkumpul dalam suasana khidmat dan penuh kekhusyukan di Lapangan Al-Mukhtar, menyambut gema takbir, tahmid, dan sholawat yang menggema dari hati ke langit, dalam rangka menyemarakkan momen istimewa menjelang Hari Raya Idul Adha.

Acara yang mengangkat tema “Menggemakan Takbir, Menguatkan Iman, dan Menebar Kebahagiaan” ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah perwujudan ibadah hati yang dalam. Meskipun para santri tidak sedang melaksanakan ibadah haji secara fisik, mereka diajak untuk menghadirkan suasana Arafah di dalam jiwa masing-masing, melalui dzikir, doa, dan perenungan.

Dalam taushiyahnya yang penuh makna, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin, KH. Rd. Marpu Muhyiddin Ilyas, MA, mengajak seluruh santri untuk menghadirkan keikhlasan dan kesungguhan hati dalam mengikuti momen Ta’rif.

Beliau menyampaikan bahwa walaupun secara fisik para santri tidak berada di Padang Arafah, namun dengan niat yang kuat dan ibadah yang menyerupai wukuf, sangat mungkin Allah menilai mereka sebagai bagian dari jamaah haji.

Baca Juga:  Tingkatkan Sinergi: SD Plus 1 Al Muhajirin Gelar Rapat Bersama Orangtua Murid

“Anak-anakku sekalian, kita hari ini tidak berhaji, tidak ke Arafah. Tapi dengan menyerupai jamaah haji yang sedang wukuf, mudah-mudahan kita masuk dalam sabda mantasyabbaha bi qoumin fahuwa minhum — barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka,” tutur beliau.

Beliau melanjutkan bahwa para jamaah haji ketika wukuf di Arafah tidak melakukan banyak aktivitas fisik, melainkan duduk dalam kekhusyukan, memperbanyak doa, istighfar, dan dzikir.

“Kita juga duduk, kita juga berdzikir, kita juga berdoa. Dengan niat yang benar, sungguh-sungguh, mungkin ini menjadi awal keterikatan batin kalian dengan Arafah. Mungkin ini peta awal kalian akan ke sana suatu hari nanti,” lanjutnya.

Sejak sore hari, Lapangan Al-Mukhtar telah dipadati oleh ribuan santri yang duduk rapi. Suara takbir bergema serempak, menyatu dengan lantunan sholawat yang mengalun dari pengeras suara, menciptakan suasana sakral dan haru. Banyak santri yang terlihat meneteskan air mata, larut dalam dzikir dan doa.

Baca Juga:  Hari Guru Nasional 2024 di Al-Muhajirin Purwakarta, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd: Guru Pilar Peradaban dan Lentera Kehidupan

Tata panggung sederhana, namun penuh makna. Di tengah lapangan, panitia menyiapkan area khusus bagi para asatidz untuk memimpin rangkaian dzikir dan doa. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada riuh. Hanya keheningan yang diisi oleh nama-nama Allah dan rintihan permohonan ampunan.

Ta’rif di Ponpes Al-Muhajirin ini menjadi momentum penting dalam membangun spiritualitas kolektif bagi para santri. Di tengah keterbatasan dan ketidakhadiran fisik di tanah suci, acara ini menjadi jembatan ruhani, mendekatkan hati-hati mereka kepada Allah dan menumbuhkan cita-cita suci untuk suatu saat menjejakkan kaki di Arafah.

“Mungkin ada di antara kita yang belum pernah ke Arafah hingga akhir hayat. Tapi dengan amaliyah seperti sore ini, sangat mungkin nilai wukuf itu kita dapatkan,” ujar KH. Rd. Marpu.

Baca Juga:  Gelar Nayanika Ambatik: Santri SMA Fullday Al Muhajirin Meriahkan Hari Batik Nasional dengan berbagai Perlombaan Seru

Tidak hanya menumbuhkan iman, gema takbir dan doa pada sore Ta’rif ini juga menghadirkan energi kebahagiaan. Beberapa guru menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini sangat penting untuk membangun karakter ruhani para santri.

Ta’rif ini bukan sekadar rutinitas menjelang Idul Adha, acara Ta’rif Pondok Pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat tahun ini, di antara seruan takbir dan doa, ia adalah panggilan batin. Ia adalah Arafah yang dihadirkan di tengah Purwakarta. Mungkin bukan dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk yang jauh lebih hakiki — yaitu kehadiran hati yang tunduk, rindu, dan berserah kepada Allah SWT.

Dengan ini, para santri Al-Muhajirin terus menapaki jalan, menyiapkan diri menjadi cendekiawan muslim, hamba Allah yang tangguh, lembut hatinya, dan dalam cintanya kepada Sang Khalik.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar… Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar walillaahil hamd.” (*)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *