
PURWAKARTA – Langit pagi di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta terasa lebih syahdu dari biasanya. Mentari yang perlahan merangkak naik seolah menjadi saksi bisu perasaan haru yang menyelimuti 55 santri peserta Halaqoh Sains Training Camp Sukses UTBK 2025. Selama 20 hari, mereka telah menempuh perjalanan penuh perjuangan, menimba ilmu dengan tekad yang kuat, dan kini tibalah saatnya mereka harus berpisah.
Perpisahan, meski berat, adalah harga yang harus dibayar dari sebuah perjumpaan. Ada pelajaran, ada kenangan, ada kebersamaan yang tak ternilai. Raut wajah para peserta yang tadinya dipenuhi semangat kini berubah menjadi campuran antara kebanggaan dan kesedihan. Mereka datang dari berbagai sekolah di Jawa Barat, bahkan beberapa dari Jawa Tengah, dengan satu tujuan: menembus perguruan tinggi terbaik dan membawa nama santri NU ke puncak kejayaan.
Ilmu yang Mengakar, Kenangan yang Tak Terlupakan
Di Aula Galeri Pondok Pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat, suasana penutupan terasa begitu khidmat. Para peserta duduk dengan tertib, mengenakan seragam kebanggaan mereka, sementara di barisan depan, hadir para tamu undangan yang telah menjadi saksi perjalanan panjang mereka.
Dr. Ohan Burhan, M.Pd., Kabid Urusan Agama Islam (URAIS) Kanwil Kemenag Jawa Barat, turut hadir dalam acara ini. Kehadirannya menjadi simbol bahwa perjalanan intelektual santri NU mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Barat, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd., dalam sambutannya mengungkapkan rasa bangganya terhadap semangat para peserta. Dengan penuh optimisme, beliau mengatakan bahwa dari santri-santri inilah akan lahir Avicenna-Avicenna baru—ilmuwan masa depan dari NU yang akan membawa cahaya Islam ke pentas dunia.
“Kalian bukan hanya datang ke sini untuk belajar, tetapi juga membangun karakter, memperkuat akhlak, dan menyiapkan diri sebagai pemimpin di masa depan. Jangan anggap ini sebagai akhir, tapi ini adalah awal perjalanan panjang menuju kesuksesan,” ujarnya.

Jejak Perjuangan di Al-Muhajirin
Selama 20 hari, para peserta tak hanya mengasah kemampuan akademik mereka dalam materi UTBK, tetapi juga belajar tentang disiplin, tanggung jawab, dan nilai-nilai luhur pesantren. Mereka mengikuti simulasi ujian berbasis komputer, mendapatkan bimbingan dari para mentor ahli yang dihadirkan LP Ma’arif dan LPP Salman ITB, serta mendapatkan pendampingan akademik yang intensif.
Tak sedikit dari mereka yang awalnya merasa ragu, takut tidak mampu bersaing. Namun, suasana pesantren yang penuh kehangatan, dukungan dari para pengajar, dan semangat kebersamaan antar peserta perlahan mengikis keraguan itu.
Di sela kesibukan belajar, ada momen-momen kecil yang kini menjadi bagian dari kenangan mereka—sholat berjamaah, berdiskusi hingga larut malam, berbagi cerita di ruang belajar, bahkan canda tawa di sela-sela makan bersama. Semua itu menjadi bagian dari perjalanan yang tak akan mudah dilupakan.
Tangis Haru di Ujung Perjalanan
Saat sesi penutupan tiba, satu per satu peserta maju ke depan, memberikan kesan dan pesan mereka. Ada yang berbicara dengan penuh percaya diri, ada pula yang suaranya bergetar menahan haru. Beberapa peserta bahkan tak mampu berkata-kata, hanya bisa tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Maitsa Widya Syahla Shafiyyah dari MAN Purwakarta mewakili peserta menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Barat, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd., LPP Salman ITB, serta seluruh panitia dan pengajar yang telah menyelenggarakan Halaqoh Sains Training Camp Sukses UTBK 2025. Ia mengungkapkan betapa besar manfaat yang dirasakan dari program ini, terutama dalam memperkuat persiapan menuju kampus impian seperti ITB, UI, UGM, UNPAD, ITS, UNAIR, dan universitas unggulan lainnya. Dengan penuh semangat, ia menegaskan bahwa mimpi besar harus diperjuangkan dengan usaha yang tak kalah besar, serta mengajak teman-temannya untuk tidak pernah menyerah dan selalu berjuang karena Allah SWT. “Mohon doakan kami, Bapak, Ibu, agar kami dapat melanjutkan pendidikan ke universitas impian kami,” ucapnya dengan harapan yang tulus.
Dafie Hamid Aljabbar dari SMAT Riyadlul Huda turut menyampaikan kesan dan pesan dalam penutupan Halaqoh Sains Training Camp Sukses UTBK 2025. Ia mengungkapkan rasa syukur atas suasana belajar yang menyenangkan serta pertemanan yang terjalin erat selama 20 hari di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Baginya, pengalaman ini bukan hanya tentang ilmu, tetapi juga tentang kebersamaan yang berharga. Dengan penuh harapan, ia menyampaikan pesan agar program ini terus berlanjut dari generasi ke generasi, memberi manfaat bagi lebih banyak santri di masa mendatang.
Suasana semakin haru ketika salah satu peserta membacakan puisi perpisahan. Seisi aula terdiam, hanya terdengar suara lirih yang menggambarkan betapa berartinya 20 hari ini bagi mereka.
Beberapa peserta tak mampu menahan air mata. Mereka saling berpelukan, berjanji untuk terus menjaga semangat dan persaudaraan yang telah terjalin.

Santri NU: Cahaya Masa Depan
Halaqoh Sains Training Camp UTBK 2025 bukan sekadar program pelatihan, tetapi juga pondasi bagi masa depan santri NU. Mereka telah membuktikan bahwa santri tak hanya unggul dalam ilmu agama, tetapi juga mampu bersaing dalam bidang sains dan teknologi.
Dengan berakhirnya kegiatan ini, mereka akan kembali ke sekolah masing-masing, membawa ilmu, pengalaman, dan semangat baru. Namun, satu hal yang pasti: jejak mereka di tanah pesantren ini tak akan pernah pudar.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua LP Ma’arif PWNU Jabar, “Santri bukan hanya penjaga tradisi, tapi juga pelopor inovasi. Kita ingin santri NU hadir di perguruan tinggi terbaik, menjadi ilmuwan, teknolog, dan pemimpin yang membawa maslahat bagi umat dan bangsa.”
Siang menuju senja, para peserta satu per satu meninggalkan aula, melangkah menuju gerbang pesantren dengan langkah mantap. Ada yang masih sempat menoleh ke belakang, melihat bangunan yang selama 20 hari menjadi rumah kedua mereka.
Perpisahan memang selalu berat, tetapi di baliknya ada harapan besar: bahwa suatu hari nanti, mereka akan kembali, bukan lagi sebagai peserta, tapi sebagai ilmuwan, pemimpin, dan kebanggaan umat.
Dan perjalanan itu, baru saja dimulai. (*)