Mengajar dikelas akan menjadi mudah jika seorang guru menguasai keilmuan tentang bagaimana menjadi guru KIM (Kreatif, Inovatif, dan Menyenangkan). Bagaimana mungkin akan terlahir siswa-siswa yang kompetensinya melebihi gurunya, jika guru hanya mentrasfer ilmu sebatas apa yang gurunya ketahui saja, tanpa membiarkan siswanya berkembang dengan basik kompetensinya masing-masing yang tentunya sangat variatip. Bagaimana mungkin seorang guru akan bertambah wawasan, bahkan hanya stagnan dalam hal keilmuan, jika guru tidak mau belajar dan hanya focus mengajar, bukankah guru juga punya banyak peluang untuk belajar dari para siswanya.
Guru mengajar dapat dianalogikan seperti seorang koki. Seorang koki yang akan mengajarkan siswanya memasak tentunya akan melakukan banyak persiapan, dimulai dari menyiapkan bahan-bahan masakan, peralatan memasak dsb. Apa yang akan terjadi jika koki mengambil kendali penuh kepada para siswanya dalam memasak, misal memasak kangkung. Koki A memberikan informasi berupa perintah, anak2 cuci kangkung lalu potong2 seukuran 5 cm, setelah itu panaskan minyak secukupnya, masukan bumbu berupa irisan bawang merah, bawang putih, tomat, gula, garam, penyedap, dan kecap. Setelah dirasa cukup, masukan kangkung dan tunggu beberapa menit. Lalu hidangkan masakan hasil kelompok kalian!.
Pertanyaannya sekarang dari sekian banyak siswa, tercipta berapa menu masakan yang berbahan dasar kangkung? Tentunya jawabannya Cuma satu menu masakan yaitu tumis kangkung. Lalu, apakah dari proses memasak tadi seorang koki bisa mendapatkan ilmu masakan selain tumis kangkung dari siswanya? Tentunya tidak, karena yang tercipta hanya satu menu.
Berbeda kasus dengan koki B, koki tersebut masuk ke dalam kelas untuk mengajarkan memasak dengan bahan dasar kangung. Koki memberi perintah kepada siswanya untuk mengambil kangkung dengan beberapa bumbu yang sudah disiapkan secara bebas. Lalu memberikan waktu 15 menit untuk memasak masakan apa saja sesuai rencana yang sudah mereka diskusikan dan rencanakan. Setelah selesai memasak koki mempersilahkan setiap kelompok untuk presentasi didepan kelas terkait masakan apa yang sudah mereka buat. Pertanyaannya, apakah mungkin hasil masakan yang anak-anak buat masih satu jenis menu yaitu tumis kangkung saja? Tentu tidak, kemungkinan besar dari mereka ada yang membuat mie kangkung, rujak kangkung, kangkung petis, crispy kangkung, baso kangkung dll, karena koki menuntut mereka untuk out of the box dalam memasak kangkung. Pertanyaan selanjutnya apakah koki dapat belajar dari siswanya? Tentu sangat mungkin, Koki yang tadinya berfikir tidak mungkin kangkung dapat dibuat crispi kangkung, setelah melihat hasil karya siswa-siswanya akhirnya guru juga selain mengajar masih tetap bisa belajar hal-hal baru dari lingkungan sekitar terutama dari siswa-siswanya.
Dari analogi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pentingnya seorang guru memahami perannya di dalam kelas sebelum mengajar, apakah ingin menjadi koki A atau koki B, koki A yang membiarkan anak selalu dan terus dipaksa mendengarkan informasi yang dia berikan, apakah mungkin nantinya akan terlahir siswa-siswa yang kompetensinya melebihi gurunya? Atau ingin menjadi koki B, yang berperan sebagai motivator, yang membiarkan siswa berkembang dengan kemampuannya masing-masing, sehingga munculah istilah diferensial learning, sebuah pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa untuk meningkatkan potensinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat bakat, dan profil belajar siswa.
Sebagai guru sekarang kita tinggal pilih, apakah masih tetap mau mejandi guru yang pola mengajarnya asik berbicara sendiri didepan siswa? Yang mempunyai prinsip menyampaikan informasi, informasi satu arah, teacher center, anak mengerti tidak mengerti masa bodo, yang penting guru sudah mengajar, sehingga pembelajaran menjadi sosok yang membosankan untuk sekedar aktivitas harian dalam belajar. Atau pilihan kedua, menjadi guru yang kreatip, guru yang inovatip, yang kehadirannya di kelas sangat dirindukan oleh siswanya. Karna guru ini mampu memunculkan semangat dalam belajar anak di kelas, sangat mampu menggali setiap kompetensi anak, mampu menstimulus kemampuan terbaik dari setiap anak didiknya, sehingga setiap anak meras dihargai dengan ciri khas kemampuannya masing-masing.
Oleh: Ambar Prawoto, M.Pd
Kepala Sekolah SMA Fullday Al-Muhajirin Purwakarta