
PURWAKARTA – Pondok Pesantren Al-Muhajirin gelar Khutbatul Iftitah Tahun Ajaran 2024-2025 M / 1446-1447 H atau biasa disebut Khutbah Pengenalan yang merupakan kegiatan tahunan Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3 sebagai ajang pengenalan pondok pada semua elemen yang terlibat dengan kegiatan pondok khususnya untuk santri baru. kegiatan ini bertemakan “Saya Bangga Menjadi Santri, Merdeka belajarku istimewa sekolahku, dengan mondok gapai cita-cita kebahagiaan dunia dan akhirat.”
Kegiatan ini dimulai senin-selasa 15-16 juli 2024 , dan dibuka langsung oleh Ibu Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3, Hj. Kiki Zakiah Nuraisyah, S.S.I M.H . di Pelataran Masjid Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3 Purwakarta.
Ibu Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3, Hj. Kiki Zakiah Nuraisyah, S.S.I M.H dalam Tausyiahnya menyampaikan, masih banyak santri yang tidak bersyukur akan hidupnya di pesantren. Padahal Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang telah ada sejak lama dan memiliki peran penting dalam membentuk moral dan akhlak individu.

Disampaikannya ada beberapa di antaranya yang tidak menghargai atau bersyukur atas kesempatan hidup di pesantren. Karena itu dalam konteks ini, beberapa hal dapat diperhatikan.
“Pertama, kita perlu mengingat bahwa ada banyak manfaat diperoleh dari hidup di pesantren. Salah satunya adanya pendidikan agama yang mendalam. Para santri/santriwati (penghuni pesantren) memiliki kesempatan untuk mempelajari ajaran Islam secara mendalam, memahami nilai-nilai agama, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.” Ucap Hj. Kiki
Pendidikan agama ini menjadi modal berharga bagi mereka untuk menjadi tokoh di masyarakat, yang dapat memimpin dengan kebijaksanaan dan memberikan kontribusi positif.
Kedua, Sambung Hj. Kiki, di pesantren, sifat keikhlasan sangat ditekankan. Keikhlasan adalah sikap ikhlas dalam beribadah dan beramal, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain. Namun, ada pihak yang membenci sifat keikhlasan ini, seperti syaitan yang menghasut manusia agar tidak ikhlas dalam beribadah. Dalam surah Shad, terdapat sumpah syaitan, bahwa dia akan menyesatkan bani adam, menjauhkannya dari keikhlasan.” Ujarnya
Ketiga, di pesantren, juga diajarkan jiwa kesederhanaan dan kemandirian. Sederhana dalam hidup berarti hidup dengan wajar, tidak memaksakan diri (takalluf), berpura-pura (tashannu’), mencari muka (tamalluk) atau menjilat (tazannuf). Jiwa kemandirian juga ditekankan, yang bertentangan dengan sikap konsumtif dan tergantung pada kapitalisme. Jiwa kesederhanaan dan kemandirian ini penting dalam menghindari perilaku yang tidak optimal dan menjaga integritas diri.
Keempat, pentingnya sifat Ukhuwah Islamiyah, yaitu persaudaraan dalam Islam, juga ditekankan di pesantren. Sifat ini sangat dibenci oleh musuh-musuh Islam, karena tanpa adanya persaudaraan dalam umat Islam, mereka dapat dengan mudah memecah belah umat. Umat Islam dianjurkan untuk saling tolong-menolong, saling mendukung dan menjaga persatuan demi kebaikan bersama.
Kelima, pesantren mengajarkan nilai-nilai keagamaan, di mana Allah berada di atas segalanya dan manusia berada di bawah-Nya. Pesantren mengajarkan tentang ketauhidan, mengakui bahwa hanya Allah yang layak disembah dan menghindari penyembahan terhadap hal-hal yang lain. Sikap ini mencerminkan kebebasan dari penjajahan atau ketergantungan pada sesuatu yang tidak seharusnya.
Keenam, konsep kebebasan atau merdeka juga terkait dengan pesantren. Pesantren mengajarkan nilai-nilai anti penjajahan, dimana manusia diberdayakan untuk berpikir bebas, memiliki otonomi dalam memilih dan bertindak serta mengembangkan potensi diri dengan penuh tanggung jawab.
Ketujuh, pesantren menekankan pentingnya integrasi antara iman, ilmu, dan amal. Ini berarti bahwa selain mempelajari agama, para santri juga didorong untuk memperoleh pengetahuan dunia yang luas dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang baik tentang agama, pengetahuan yang luas dan amal perbuatan yang baik harus saling terkait dan saling mendukung.
Kedelapan, pesantren juga memandang, bahwa pendidik memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi tidak semua pemimpin dapat menjadi pendidik yang baik. Hal ini menggambarkan pentingnya peran seorang pendidik dalam membentuk karakter dan memberikan arahan kepada generasi muda.
Kesembilan, dalam pandangan pesantren, aqidah dan keimanan menjadi inti dari ajaran agama, diikuti oleh implementasi syariah dalam kehidupan sehari-hari dan akhlak yang baik menjadi hasil yang diharapkan dari ajaran tersebut.
Kesepuluh, pesantren juga mengajarkan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan jasmani (jismun salim), kecerdasan pikiran (aqlun salim), kebersihan hati (qalbun salim), agama yang lurus (dinun salim) dan pemahaman yang baik (fahmun salim). Semua aspek ini berkontribusi pada keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan individu.
Terakhir, pesantren menyadari bahwa musibah terbesar adalah musibah terhadap agama. Ini berarti ancaman terhadap agama dan keimanan lebih berat dan berbahaya daripada musibah lainnya. Oleh karena itu, pesantren berupaya memperkuat dan mempertahankan agama agar terhindar dari kerusakan atau penurunan keimanan.