Koordinasi dan Sarasehan Kader Penggerak NU Kota Bekasi: Mengokohkan Peran di Abad ke-2

Bagikan artikel ini:

BEKASI – Aula KBIH Masjid Jami’ Annur di Jl. KH Muchtar Tabrani, Bekasi Utara, menjadi saksi semangat perjuangan kader Nahdlatul Ulama (NU) dalam acara Koordinasi, Penguatan & Sarasehan 2025 Kader Penggerak NU Kota Bekasi pada Minggu, 16 Februari 2025. Acara ini berlangsung sejak pukul 13.00 WIB dan dihadiri oleh para kader, ulama, serta tokoh NU dari berbagai wilayah.

Dalam kesempatan tersebut, Narasumber acara, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd, Ketua LP Ma’arif NU Jawa Barat, menyampaikan pesan yang menggugah kesadaran akan peran penting kader NU dalam menjaga keberlanjutan organisasi di abad ke-2. Beliau mengawali dengan mengutip beberapa ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan perjuangan NU, di antaranya:

“Wa man yattaqillah yaj’al lahu makhrojan wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib” (Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka).

Dalam pidatonya, Teh Ifa menegaskan bahwa NU bukan organisasi biasa. NU lahir dari pemikiran besar Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi membawa misi rahmatan lil alamin.

Baca Juga:  Evaluasi Kinerja Kepemimpinan Kepala Madrasah, MTS Al Muhajirin Laksanakan PKKM

“NU adalah organisasi para ulama. Kalaupun bukan ulama, harakah kita adalah mengikuti titah ulama. Amaliyah kita mengikuti tuntunan ulama, dan cinta kita kepada ulama selalu kita tunjukkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kader NU tidak boleh menganggap remeh perannya. “NU bukan organisasi ecek-ecek, dan kita yang ada di dalamnya pun jangan berani ecek-ecek. NU dilahirkan untuk membawa maslahat bagi umat, menjadi organisasi yang terbuka, dan terus memainkan peran strategis dalam membangun peradaban,” ujarnya.

Kader NU Abad ke-2: Ilmu, Akhlak, dan Pergerakan

Dalam sarasehan ini, disampaikan bahwa kader NU abad ke-2 memiliki misi besar, yaitu merawat jagad, membangun peradaban. Untuk itu, ada enam karakter utama yang harus dimiliki oleh setiap kader:

Ilmu dan Guru
Ilmu menjadi kekuatan utama NU. Segala bentuk gerakan, pemikiran, dan amaliyah harus didasarkan pada ilmu yang jelas sanad dan rujukannya. “Ilmu tanpa guru bisa menyesatkan. Guru yang memiliki keilmuan dan sanad yang jelas adalah mursyid dalam perjuangan kita,” ujar Teh Ifa.

Baca Juga:  Refleksi, Pengalaman Liburan, dan Resolusi Baru Awali Hari Pertama Sekolah di SD Plus Al Muhajirin

Mengamalkan Ilmu untuk Kemanfaatan Umat
Kajian dan halaqah tidak boleh berhenti sebatas ruang diskusi, tetapi harus menjadi pendorong pergerakan nyata yang dirasakan manfaatnya oleh umat. “Jadikan umat merasakan nikmatnya kajian, sehingga keshalihan individu bertransformasi menjadi keshalihan sosial,” pesannya.

Akhlakul Karimah: Sabar, Ikhlas, dan Tawadhu
Kader NU harus memiliki ainirrahmah (pandangan penuh kasih sayang) dalam melihat umat. “Kalau engkau bersikap kasar dan keras hati, maka manusia akan lari darimu,” katanya mengutip ayat Al-Qur’an.

Aarifun Bi Zamanih (Memahami Zaman)
Kader NU harus peka terhadap perubahan sosial, politik, dan pembangunan. “Jangan sampai kita hanya berjalan tanpa arah. Pahami peta masyarakat dan kebutuhan zaman agar perjuangan NU tetap relevan,” tegasnya.

Baca Juga:  Hebat! SD Plus Al-Muhajirin Raih Juara 1 Lomba Tari Tradisional Tingkat Nasional

Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sebagai umat terbaik (khairu ummah), kader NU harus senantiasa mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, baik dalam lingkup sosial, pendidikan, maupun politik.

Bersatu dan Maju
“NU adalah organisasi berjamaah, berkolaborasi, dan kohesif. Tanpa persatuan, perjuangan kita akan rapuh,” tandasnya sambil mengutip ayat watasimuu bihablillahi jamiian (berpegang teguhlah pada tali Allah dan jangan bercerai-berai).

Meneguhkan Langkah Bersama Para Ulama

Menutup sarasehan, Teh Ifa mengajak seluruh kader NU untuk mengokohkan jiwa dan niat dalam satu barisan perjuangan bersama para ulama, khususnya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, sebagai murabbi dan guru utama NU. “Kecintaan kita kepada ulama harus mentransformasikan ruhnya dalam diri kita sebagai kader penggerak NU,” pungkasnya.

Dengan doa bersama dan lantunan surah Al-Fatihah, acara ditutup dengan penuh harapan agar kader NU semakin solid dalam menjalankan misi besar di abad ke-2: menjaga jagad dan membangun peradaban yang berlandaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. (*)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *