PURWAKARTA- Saat pagi mulai menjelang, santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat telah berkumpul dengan penuh khusyuk di Masjid, suatu pemandangan yang rutin, setiap pagi selama sebulan penuh, para santri memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H dengan khusyuk melantunkan Al-Barzanji: kisah Nabi Muhammad SAW.
Santri-santri melantunkan Al-Barzanji dengan penuh kekhidmatan, menciptakan suasana syahdu di lingkungan pesantren. Setiap pagi, suara merdu bacaan Al-Barzanji menggema mengisi ruang-ruang, memupuk cinta dan penghormatan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana tujuannya untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan memperdalam pemahaman tentang riwayat hidup beliau, pembacaan Al-Barzanji, yang berisi kisah kelahiran hingga wafatnya Rasulullah SAW, menjadi tradisi tahunan di pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat.
Maulid Barzanji berperan penting dalam mengingatkan umat Islam akan keistimewaan Rasulullah SAW. Syaikh Ja’far al-Barzanji, menulis teks ini dalam bentuk sastra, baik puisi maupun prosa, yang menceritakan silsilah, peristiwa luar biasa di masa kecil, hingga momen penting dalam kehidupan Rasulullah SAW, seperti pernikahannya dengan Khadijah dan pengangkatan beliau sebagai Rasul di usia 40 tahun.
Pembacaan Al-Barzanji selain untuk mengingat riwayat hidup Rasulullah SAW, juga menjadi sarana untuk memperdalam cinta kepada beliau melalui bahasa yang indah dan penuh makna.
Momen yang paling dinantikan adalah ketika sampai pada bagian kelahiran Nabi Muhammad SAW, di mana seluruh santri berdiri bersama-sama melafalkan kalimat marhaban sebagai ungkapan kegembiraan. Ini menjadi puncak perayaan, menyimbolkan rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran Rasulullah SAW.
Teks kelahiran Nabi dalam Al-Barzanji mengisahkan peristiwa agung yang menggetarkan alam semesta, sebuah kelahiran yang dinanti oleh segenap makhluk. Berikut adalah cuplikan dari teks Al-Barzanji yang mengisahkan momen kelahiran Nabi Muhammad SAW:
“Fa lamma daana waqtu al-ishraaqi bi-tilkal anwaari al-muhammadiyyati wa liyyatil barakati al-‘amimati, idha bil-‘aalaami wa qad imtala’at fardha wa saraara, wa tanassamat riyahu al-qubuli fa walla al-laylu wa hallat at-thaala’atu al-qadimati. Falamma qurbat tammatul-haami wa antasharat anwaaru al-yaqini allati yashu’u bihaa sa’aadatu ahlil-arhami.”
(Tatkala saat terbitnya cahaya Nabi Muhammad SAW sudah mendekat, cahaya itu membawa keberkahan yang luas. Dunia dipenuhi dengan kegembiraan dan rahmat yang melimpah, serta angin sejuk yang membawa kabar baik berhembus. Malam yang kelam sirna, digantikan oleh fajar yang cerah. Saat itu, cahaya keyakinan menyebar luas, memberikan kebahagiaan kepada para penghuni alam.)
Dalam momen yang begitu berharga ini, seluruh santri akan berdiri dengan penuh penghayatan, melantunkan kalimat-kalimat marhaban sebagai tanda suka cita menyambut kelahiran Nabi. Seruan “Ya Nabi, salam ‘alayka…” menggema di seluruh ruang, menggugah rasa syukur dan cinta yang mendalam kepada beliau.
Pada saat ini, setiap bait terasa begitu dekat dengan hati. Para santri selain mengingat kisah kelahiran Rasulullah SAW, mereka juga menyatu dalam kegembiraan yang dirasakan oleh semesta ketika Rasulullah lahir, sebuah peristiwa yang mengubah sejarah umat manusia. Dengan kelahiran beliau, datanglah cahaya yang menerangi kegelapan dunia.
Dalam setiap kalimat yang dibacakan, para santri seolah merasakan langsung kehadiran Nabi Muhammad SAW. Tidak ada yang lebih indah dari momen ini, di mana cinta kepada Rasulullah diwujudkan melalui lantunan penuh takzim.
Sebulan penuh para santri akan mengisi pagi dengan penghayatan yang mendalam, melantunkan kisah kelahiran Nabi, sambil berharap dapat meneladani beliau dalam kehidupan sehari-hari.
“Marhaban ya Nurul ‘Aini, Marhaban Jaddal Husaini…” Lantunan ini mengalir, tidak hanya sebagai ungkapan selamat datang, tetapi juga sebagai ungkapan, bahwa cinta kepada Nabi Muhammad SAW akan terus terpelihara dalam hati setiap santri. (*)