
SUMEDANG – Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta memperingati Milad ke-32 dengan kegiatan istimewa, yakni silaturahmi dan ziarah ke makam KH. Abah Mukhtar dan Hj. Siti Juwariyah di Cimasuk, Pamulihan, Kabupaten Sumedang, pada Jumat 7 Februari 2025.
Acara ini dihadiri oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Syaikhuna Prof. Dr. KH. Abun Bunyamin, MA, serta Pengasuh Ponpes Al-Muhajirin Putra, KH. R. Marpu Muhidin Ilyas, MA beserta para guru dan staf Al-Muhajirin Kampus Pusat. Turut hadir juga KH. Idad Istidad, Ketua Tanfidziyah PCNU Sumedang.
Dalam suasana penuh khidmat, kegiatan ini diawali dengan pembacaan Yaumul Qiyam Kanzus Tsamin, sebagai bentuk penghormatan kepada para pendahulu yang telah merintis jalan keilmuan dan dakwah.
Ziarah ini bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi juga menjadi refleksi atas sejarah panjang perjuangan Al-Muhajirin dalam membangun pendidikan berbasis pesantren.

Al-Muhajirin dan Jejak Keberkahan Abah Mukhtar
KH. R. Marpu Muhidin Ilyas, MA, dalam kesempatan ini, menuturkan bahwa Al-Muhajirin berakar dari sosok KH. Abah Mukhtar. Di tempat inilah Masjid Al-Mukhtar dan asrama Abah Mukhtar berdiri, menjadi saksi awal perjalanan ilmu yang kelak berkembang menjadi Pondok Pesantren Al-Muhajirin dengan tujuh kampus yang tersebar di Purwakarta, Subang, dan Karawang.
“Syaikhuna (KH. Abun Bunyamin) selalu menceritakan bahwa Abah Mukhtar adalah guru pertamanya dalam mengaji kitab dan Al-Qur’an. Dari beliau, keberkahan dan ketenaran pesantren ini berasal, melalui doa serta perjuangan yang tanpa pamrih,” ujarnya.
Ziarah ini selain sebagai bentuk penghormatan kepada pendiri, juga sebagai pengingat bagi santri dan keluarga besar Al-Muhajirin akan pentingnya menapaktilasi jejak perjuangan ulama terdahulu.

Dalam tausiyahnya, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Syaikhuna Prof. Dr. KH. Abun Bunyamin, MA, menyampaikan beberapa pesan penting yang menjadi pondasi perjuangan Al-Muhajirin hingga saat ini:
Beliau menyampaikan Al-Muhajirin berdiri atas dasar tekad pribadi yang kuat, kesabaran, dan kemandirian. Sejak awal, pesantren ini dijalankan tanpa mengandalkan bantuan pihak lain, tetapi dengan semangat perjuangan dan keikhlasan.
Syaikhuna mengingatkan pesan dari orang tuanya, bahwa dalam hidup, seseorang harus selalu menjaga kehormatan dan tidak melakukan hal yang bisa menjadi bahan pembicaraan buruk bagi orang lain—”ulah carekeun batur”.

Dalam Islam, sosok yang patut dijadikan teladan atau idola sejati bukan hanya alim (guru), tetapi juga seorang muta’alim (murid) yang terus belajar dengan tekun.
Maka itu, jika seseorang tidak bisa menjadi seorang alim, maka jadilah muta’alim, dan jika itu pun tidak mampu, setidaknya menjadi muhibbin (pencinta ilmu). Jika semua itu belum bisa dilakukan, maka minimal menjadi mustami’in (pendengar yang baik).
Syaikhuna juga mengutip kitab KH. Hasyim Asy’ari yang menegaskan bahwa seorang alim harus senantiasa mendakwahkan dan menyebarkan syiar agama Allah.

Ziarah ini menjadi awal yang penuh berkah dalam rangkaian Milad ke-32 Al-Muhajirin, yang akan terus berlanjut hingga puncaknya pada 15 Februari 2025. Dengan meneladani perjuangan para ulama pendahulu, Al-Muhajirin semakin teguh dalam menjalankan misi mencetak mu’min sholihin, imam al-muttaqin, dan ulama al-amilin demi kemajuan umat dan bangsa.
“Dari titik bumi ini, kita mengawali Milad ke-32 Al-Muhajirin dengan penuh syukur dan berterima kasih kepada keluarga besar Abah Mukhtar,” ujar KH. R. Marpu Muhidin Ilyas.
Semoga keberkahan ilmu dan perjuangan para pendahulu terus menjadi cahaya bagi perjalanan Pondok Pesantren Al-Muhajirin di masa mendatang. (*)