
Riuh rendah suara anak-anak memenuhi halaman SD Plus Al Muhajirin pagi itu. Meja-meja kecil berjajar rapi, dihiasi aneka makanan tradisional yang tampak menggoda. Ada cilok yang masih mengepul, lemper yang dibungkus daun pisang, hingga es lilin warna-warni yang menggoda siapa pun untuk mencicipinya.
Di tengah keramaian itu, Nadin, siswa kelas 3, berdiri di belakang mejanya. Matanya berbinar. Tangannya lincah melayani pembeli, sementara mulutnya tak henti-hentinya menawarkan dagangannya.
“Ciloknya enak, Pak! Bisa tambah saus biar lebih mantap!” serunya, meniru gaya pedagang kaki lima yang mungkin sering ia lihat di sekitar rumahnya.
Festival Bazar kali ini bukan sekadar acara jualan-jualan biasa. Ini adalah bagian dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), dengan tema Kearifan Lokal. Artinya, anak-anak tak hanya sekadar berdagang, tetapi juga belajar tentang nilai budaya, gotong royong, dan kemandirian.

Belajar Lewat Lapak
Di bawah tenda biru, para siswa SD Plus Al Muhajirin dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok bertugas menyiapkan makanan, menghias lapak, hingga mencari strategi agar dagangan mereka laris manis.
Beberapa terlihat percaya diri menawarkan jualannya, sementara yang lain masih malu-malu. Namun, setelah melihat temannya sukses menjual beberapa bungkus lemper, keberanian mereka perlahan muncul.
Salah seorang siswa, dengan wajah penuh percaya diri, menawarkan es lilin kepada seorang guru. “Bu, beli esnya, Bu! Baru jadi tadi pagi, masih segar!”
Gurunya tersenyum, lalu bertanya, “Kalau beli dua, ada diskon?”
Si siswa berpikir sejenak, lalu dengan cepat menjawab, “Boleh, Bu! Tapi tambah seribu biar saya tetap untung.”
Tawa pun pecah.
Lebih dari Sekadar Berdagang
Di pojok lapangan, Kepala SD Plus Al Muhajirin, Enang Sutiana, M.Pd, berdiri sambil mengamati para siswanya. Ia tampak puas.
“Bazar ini bukan hanya tentang jualan. Anak-anak belajar banyak hal—menghitung uang, strategi pemasaran, sampai belajar bagaimana menghadapi pelanggan dengan ramah. Ini bagian dari pendidikan karakter yang kami tanamkan,” katanya.
Dan benar, ada banyak nilai yang terselip dalam keseruan festival ini. Anak-anak belajar bekerja sama, berani berkomunikasi, dan yang paling penting—mereka menikmati prosesnya.
Orang tua yang hadir pun tak kalah semangat. Mereka tak sekadar datang untuk membeli, tetapi juga mendukung anak-anak mereka dalam memahami dunia nyata. Seorang ibu terlihat bangga melihat anaknya bisa melayani pembeli tanpa bantuan.
“Biasanya kalau ke warung saja, dia masih minta ditemani. Sekarang malah sudah pintar menghitung uang kembalian sendiri,” ujar sang ibu sambil tersenyum.

Membangun Karakter Sejak Dini
Festival Bazar ini bukan acara pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir. SD Plus Al Muhajirin terus mencari cara agar belajar tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui pengalaman nyata.
Hari itu, anak-anak pulang dengan wajah ceria. Beberapa membawa kantong plastik berisi sisa dagangan mereka, sementara yang lain sibuk menghitung uang hasil penjualan.
Bagi mereka, ini bukan hanya tentang keuntungan. Ini tentang keberanian, kreativitas, dan semangat mencoba hal baru.
Dan siapa sangka? Bisa jadi, dari pengalaman kecil ini, kelak akan lahir pengusaha sukses yang memulai segalanya dari sebuah festival bazar sederhana di sekolah dasar mereka.
(*)