
PURWAKARTA – Suasana penuh khidmat menyelimuti Lapangan Al-Muchtar, Pondok Pesantren Al-Muhajirin Kampus Pusat. Ribuan santri memadati Haflah Nuzulul Qur’an, sebuah perhelatan tahunan yang digelar setiap pertengahan Ramadhan. Tahun ini, acara mengusung tema “Memahami ‘Turun’ untuk Bisa ‘Naik’ yang Tinggi”, sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana Al-Qur’an sebagai wahyu yang turun ke bumi menjadi pemandu umat manusia menuju kemuliaan.
Lebih dari sekadar peringatan, Haflah Nuzulul Qur’an di Al-Muhajirin adalah momentum untuk meneguhkan kecintaan terhadap kalamullah dengan membaca, memahami, dan juga mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selama sembilan hari, mulai 11 hingga 19 Ramadhan 1446 H, para santri berkompetisi dalam 19 cabang perlombaan yakni MQA Sittin Al-Mas’alah, MQK Arba’in Al-Ilmiyah, MQK Maqosidus Shoum, Ayat Do’a, Sains Qur’an, Syahril Qur’an, Fahmil Qur’an, Taqdumul Qur’an, Makalah Qur’an, Tilawah Qur’an, Musabaqoh Khattil Qur’an, Sholawat Rohman dan Sholawat Istigbal, Nasyid Ramadhan, Puitisasi Qur’an, Tafsir Quran, MHQ Juz 30, MHQ Juz 29 dan 30, MHQ 5 Juz, MHQ 10 Juz, `Ayat Ahkam.
Di tengah semaraknya acara, hadir Ketua Yayasan Al-Muhajirin, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin, KH. Rd. Marfu Muhiddin Ilyas, MA, Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Muhajirin, Dr. Hj. Zahra Haiza Azmina, M.Ag., beserta dewan asatidz dan asatidzah yang semakin menguatkan semangat para santri.
Ketua Yayasan Al-Muhajirin, Dr. Hj. Ifa Faizah Rohmah, M.Pd, dalam pidato pembukaannya menyampaikan pesan mendalam;
“Kita mengenang turunnya Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia. Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan, ketenangan, dan kedamaian yang membimbing kita menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Siapa pun yang mencintai Al-Qur’an, mengamalkannya, dan menjadikannya pedoman hidup, dialah Ahlullah—keluarga Allah di dunia.”

Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa Ramadhan seharusnya menjadi bulan penuh produktivitas, bukan justru sebaliknya. Ketika di luar sana banyak orang menghabiskan Ramadhan dengan rebahan dan tidur panjang, santri Al-Muhajirin justru memanfaatkan setiap detiknya untuk mendulang pahala dan ilmu.
“Banyak orang di luar sana menganggap Ramadhan sebagai Syahrun Naum—bulan tidur. Sekolah-sekolah lain mengurangi jam belajar, aktivitas berkurang. Tapi di Al-Muhajirin, justru Ramadhan adalah bulan kesibukan! Lihatlah semangat kalian! Seperti Nabi yang dalam bulan ini tetap berjuang dan berperang di medan jihad, kita pun harus berjuang dalam jihad ilmu dan amal,” ucapnya dengan penuh semangat.
Dalam pidatonya, Dr. Ifa juga mengajak para santri untuk menyadari bahwa Al-Qur’an merupakan sumber peradaban. Syahru ramaḍānallażī unzila fīhil-qur`ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān.
Di bulan Ramadan inilah Allah turunkan di dalamnya Al Quran sebagai mukjizat yang terbesar bukan hanya untuk umat Islam tetapi menjadi petunjuk bagi seluruh alam semesta.
Beliau mengulas bagaimana Islam dulu pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan, dengan para ulama yang menguasai berbagai bidang—astronomi, kedokteran, matematika, hingga filsafat.
“Dulu, kaum perempuan dianggap rendah, mereka yang melahirkan anak perempuan merasa malu, merasa terhina tetapi justru Alquran banyak memuliakan kaum perempuan, Islam mengangkat derajat mereka! Dulu, dunia gelap tanpa ilmu, lalu datang Al-Qur’an membawa cahaya! Al-Qur’an adalah sumber perubahan besar dalam sejarah umat manusia,” paparnya.
Beliau mengingatkan bahwa kemunduran umat saat ini terjadi karena banyak yang mulai menjauh dari Al-Qur’an.
“Kita sering bertanya, kenapa umat Islam sekarang tertinggal? Jawabannya: karena kita mulai meninggalkan Al-Qur’an. Padahal, semua ilmu ada di dalamnya. Jika kita kembali berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, umat ini akan kembali menjadi pemimpin peradaban,” ujarnya. (*)